Sabtu, 11 Oktober 2014

YAKARIR



 YAKARIR Menuntut Hak Pengembalian Lahan Di Huta Bendo
·         Pemerintah Diminta Revisi HGU PT. SMA, dan BPN Simalungun Segera Terbitkan Sertipikat Hak 
 Pemkab Simalungun Harus Mengatur Teknis Pengembalian (The Government Good)
         
               Batubara, (TO) – Perjuangan panjang Yayasan Karya Inti Rakyat (Yakarir) dalam menuntut hak pengembalian lahan mereka harusnya sudah berakhir. Pasalnya barisan masyarakat dari sejumlah kelompok tani melalui YAKARIR ini sudah terlalu lama menantikan I’tikad baik maupun win-win solution dari pihak PT. Supra Matra Abadi (PT. SMA) maupun dari pihak pemerintah sendiri melalui Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Simalungun.   
              Kepada wartawan, pengurus perjuangan YAKARIR Sudarnoto, SE mengatakan bahwa YAKARIR menuntut hak pengembalian terhadap lahan mereka yang telah dikuasai alias diserobot lebih dari 45 tahun oleh perusahaan perkebunan PT. SMA seluas 164,73 Hektar yang terletak di Huta Bendo Nagori Dusun Ulu Kecamatan Ujung Padang Kabupeten Simalungun.
              Menurut Noto, setelah menjalani proses perjuangan yang sangat panjang dan cukup lama ini sebenarnya sudah tidak ada alasan dalam bentuk apapun lagi bagi PT.SMA untuk tidak mengembalikan lahan yang telah mereka kuasai selama puluhan tahun tersebut kepada YAKARIR selaku pemegang kuasa ahli waris keluarga Tuan Cinta Sinaga sebagai pemilik lahan tersebut. Sebab secara administrasi berdasarkan dokumen pendukung yang ada YAKARIR telah mengantongi bukti-bukti kepemilikan lahan tersebut termasuk data-data dalam bentuk pernyataan pengakuan dari PT. SMA sendiri  maupun dokumen hasil-hasil pertemuan, laporan, dan surat-surat rekomendasi mengenai pelepasan tanah tersebut mulai dari pihak pemerintah daerah kabupaten Asahan dan Simalungun, pemerintah Propinsi Sumatera Utara, demikian juga dari pihak legislatif DPRD Asahan, DPRD Simalungun, DPRD Sumatera Utara, serta instansi terkait masalah pertanahan BPN Asahan, Simalungun, dan Sumatera Utara.

              Lebih lanjut Noto memaparkan bahwa, tanah warisan Tuan Cinta Sinaga yang terletak di Huta Bendo Nagori Dusun Ulu Kecamatan Ujung Padang d/h Kecamatan Bosar Maligas Kabupaten Simalungun seluas 164,73 hektar adalah syah berdasarkan pembukaan perkampungan sekaligus partuanon yang mengurus dan menguasai tanah tersebut secara turun temurun sejak jaman pemerintahan Kerajaan di Pematang Tanoh Jawa Simalungun. Kemudian tanah tersebut dipinjam pakai kepada seseorang berkebangsaan Swiss bernama Mr.Deck Lerk atas persetujuan pengetua adat dan pemilik tanah yang masa pemakaiannya untuk jangka waktu 20 tahun (1941-1963). Pada tahun 1954 diambil alih oleh Pemerintah RI dimana penguasaannya dipegang oleh PP. Dwikora II. Kemudian berdasarkan Agrement antara Pemerintah RI dengan NV. The Tanah Datar Rubber Estate tanggal 11 Mei 1968 Perkebunan Tanah Datar seluas 1.956 hektar terletak di kecamatan Talawi saat itu masih Kabupaten Asahan dikembalikan kepada PT.PP. Tanah Datar Indonesia. Dan dengan naskah serah terima No.01/KPTS/32/1968 tanggal 15 Mei 1968 Pemerintah RI menyerahkan Perkebunan Tanah Datar kepada PT. Happines NV.Oriental Tyre Product (selaku kuasa dari dan atas nama PT.PP. Tanah Datar). Kemudian sejak tanggal 27 Mei 1986 hingga saat ini beralih penguasaannya kepada PT. SMA berdasarkan Hak Guna Usaha (HGU) yang dikeluarkan oleh BPN kabupaten Asahan dengan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No.24/HGU/1986 tanggal 17 Mei 1986 seluas 1.061 hektar yang berlokasi di desa Tanah Datar/Petatal kecamatan Talawi kabupaten Asahan. Sementara seluas 164,73 hektar berada di kabupaten Simalungun.

         Kemudian ditambahkannya, bahwa berdasarkan rekomendasi komisi A DPRD kabupaten Simalungun pada tanggal 26 Juni 2001 yang dihadiri pihak eksekutif, legislative, PT. SMA dan perwakilan ahli waris yang berisikan antara alin melakukan pengukuran ulang atas tanah yang dituntut keluarga Sinaga dan setelah itu pemkab Simalungun mendistribusikan lahan kepada keluarga ahli waris. Tanggal 30 April 2002, Bupati Simalungun menyampaikan surat kepada BPN Simalungun untuk segera melakukan pengukuran ulang HGU PT. SMA seluas 300 hektar yang masuk dalam wilayah kabupaten Simalungun. Hasil pengukuran ulang ternyata menyebutkan bahwa luas tanah yang menjadi bagian dari keluarga Sinaga adalah 164,73 hektar. Sehingga Bupati Simalungun telah menyurati Gubernur Sumatera Utara dan Kepala BPN tertanggal 20 Agustus 2003 perihal merekomendasikan pelepasan tanah seluas 164,73 hektar dari areal HGU PT. SMA yang masuk kedalam wilayah kabupaten Simalungun.
         Menanggapi hal tersebut, Ketua Front Pembebasan Tanah Untuk Rakyat Propinsi Sumatera Utara  J. Siahaan didampingi pengurus lainnya D. Munthe dan Muharto di Medan baru-baru ini, berpandangan bahwa betapa buruknya penanganan persengketaan tanah di daerah ini dan sepertinya segala persoalan terkait dengan persengketaan lahan justru dipersulit dan seolah tidak pernah berujung. Untuk itu menurut pantauan kami, untuk dapat segera menyelesaikan sengketa seperti ini bagi masyarakat kalau memang merasa tanah tersebut adalah miliknya langsung duduki dan kuasai. Sebab kita tidak bisa lagi menyatakan berharap namun harus digarap. Dan mengingat bahwa jangka waktu HGU PT. SMA tersebut akan berakhir pada tanggal 31 Desember 2016, maka diminta kepada pemerintah untuk dapat meneliti dan menelaah tuntutan ahli waris Tuan Cinta Sinaga melalui kuasanya YAKARIR dengan tetap mengacu pada ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Bilamana diperlukan, lakukan revisi terhadap HGU PT. SMA tersebut, sehingga pada gilirannya pihak BPN kabupaten Simalungun dapat segera menerbitkan sertifikat hak kepemilikan tanah tersebut atas nama masyarakat penuntut/ahli waris melalui YAKARIR selaku pemegang kuasa.(Tatok)               

Berpedoman ISPO



Berpedoman ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil System) :
Pembangunan PKS PT.Buana Sawit Indah di Talawi Berwawasan Lingkungan (Eco-Green)

               
         Talawi, (TO) – Kehadiran Pabrik Kelapa Sawit (PKS) milik Perusahaan Perkebunan PT. Buana Sawit Indah di Talawi kabupaten Batubara merupakan satu jawaban, guna mendukung program pemerintah dalam upaya pengentasan kemiskinan melalui pembukaan lapangan kerja. Sebab, jenis pekerjaan di perkebunan terutama yang dapat terserap melalui kegiatan operasional di PKS ini adalah bersifat padat karya sehingga dipastikan dapat membantu penyerapan tenaga kerja didaerah ini dengan struktur tenaga kerja yang masih dominan didominasi berpendidikan rendah. Namun terlepas dari hal tersebut, yang terpenting adalah bagaimana meningkatkan kredibilitas produk kelapa sawit dari sisi pengelolaan system berkelanjutan (sustainaibility). Dengan demikian bahwa, berpedoman ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil System) maka pembangunan PKS PT. Buana Sawit Indah di Talawi ini dinilai berwawasan lingkungan (eco-green) dengan sebutan berbasis ramah lingkungan. 

           Hal ini dikatakan oleh praktisi penggiat peduli lingkungan dari Lembaga BIAS INDONESIA Ir. Muharto, menanggapi beredarnya isyu adanya dugaan bahwa PKS PT. Buana Sawit Indah di Talawi ini tidak kantongi ijin amdal sehingga timbul asumsi bahwa dalam kegiatan operasionalnya dianggap tidak ramah lingkungan.
           Menurutnya, pembangunan sebuah pabrik merupakan investasi yang padat modal dan memerlukan dana yang cukup besar, serta man power yang akan dipergunakan. Sehingga analisa pembangunan sebuah pabrik dalam hal ini adalah PKS (Pabrik Kelapa Sawit) juga harus mencakup analisa dari berbagai aspek dan sangat penting didukung dengan berbagai macam bentuk perijinan. Diantaranya adalah mengenai UKL-UPL / RKL-RPL / AMDAL, SIUPP, SITU, HGB, IMB, Ijin Gangguan HO, Ijin Pembangunan Limbah Cair (IPAL), Ijin Radio, Ijin Land Aplikasi, Ijin Mesin-Mesin Pabrik, Ijin Timbangan, dan lain-lain. Sementara ijin harus terlebih dahulu dikeluarkan, baru mulai dikerjakan pembangunan pabriknya. Hal ini penting untuk menghindari adanya tudingan pelanggaran ataupun dianggap telah mengabaikan aturan-aturan dalam perundang-undangan mengenai syarat mutlak yang harus dipenuhi untuk membangun sebuah PKS.
           Kemudian dijelaskannya, bahwa bilamana salah satu dari ijin-ijin dimaksud belum ada dikantongi atau belum dimiliki, maka pemilik perusahaan belum berhak mendirikan bangunan pabrik, mengingat berdirinya PKS ini sangat tinggi dampaknya terhadap aktivitas kehidupan masyarakat disekitarnya untuk ke depan.
            Mengenai pedoman ISPO sehubungan dengan pengelolaan kelapa sawit di PKS berwawasan lingkungan, dipaparkannya : prinsip dan kriteria ISPO muncul sebagai inisiatif dari pemerintah atas kesadaran dan deklarasi bahwa pengelolaan sumber daya alam termasuk perkebunan kelapa sawit harus dilakukan secara berkelanjutan (sustainable). Hal ini merupakan konsekwensi dari amanat UUD 1945 amandemen Pasal 33 ayat 3, bahwa perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuandan kesatuan ekonomi nasional.
            Lebih lanjut dipaparkannya bahwa, secara garis besar pedoman ISPO didasarkan pada empat hal yaitu, kepatuhan hukum, kelayakan usaha, pengelolaan lingkungan, dan hubungan sosial yang dirumuskan dalam prinsip-prinsip : sistem perijinan dan manajemen perkebunan, penerapan pedoman teknis budidaya dan pengelolaan kelapa sawit, pengelolaan dan pemantauan lingkungan, tanggung jawab terhadap pekerja, tanggung jawab sosial dan komunitas, pemberdayaan ekonomi masyarakat, dan peningkatan usaha berkelanjutan.
            Pantauan wartawan dilapangan beberapa waktu lalu, bahwa PKS milik perkebunan PT. Buana Sawit Indah di Talawi kabupaten Batubara ini telah beroperasi sejak dalam waktu yang belum lama kendati pembangunannya belum sepenuhnya rampung.
            Hasil konfirmasi dihimpun wartawan pada Kamis (9/10) kemarin, Manajer PKS Sutikno sambil beristirahat dirumah dinasnya  menjelaskan sebagian karyawan yang bekerja di PKS ini adalah masyarakat yang berasal dari desa-desa sekitar perusahaan yang diterima setelah memenuhi persyaratan dan kwalifikasi sesuai ketentuan dan kebutuhan perusahaan. Beliau mengaku, memang PKS tidak dapat sepenuhnya mengakomodir seluruh warga desa sekitar yang memenuhi syarat bisa ditampung untuk menjadi karyawan. Mengingat PKS juga belum rampung sepenuhnya dan kapasitas olah juga belum 100 persen. Namun secara bertahap beliau akan menyampaikan usulan kepada bagian terkait mengenai jumlah karyawan sesuai dengan yang dibutuhkan di PKS dan akan memprioritaskan warga yang berasal dari desa-desa sekitar.
            Terkait masalah perijinan, Sutikno didampingi oleh Staff Produksi Perkebunan Hartoyo menjelaskan kepada wartawan, walaupun bukan kapasitasnya untuk memberi keterangan mengenai hal itu namun beliau dengan sikap sangat bersahabat menyampaikan yang intinya bahwa segala sesuatu mengenai operasional kegiatan PKS termasuk perijinan mereka jalankan sesuai dengan standar (SOP-red) berdasarkan aturan yang telah ditetapkan oleh instansi terkait di pemerintahan kabupaten Batubara. Semuanya tersimpan dalam bentuk Dokumen Pengelolaan Lingkungan Hidup (DPLH).
              Hal senada juga disampaikan oleh salah seorang pejabat Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu kabupaten Batubara  di kantornya di Lima Puluh saat dikonfirmasi wartawan, bahwa PKS di Talawi tersebut ada mempunyai dokumen perijinannya. Demikian juga yang dikatakan Mantan Camat Talawi yang kini menjabat sebagai Camat Sei Balai Luthfi Panjaitan melalui telepon membenarkan pernah mengeluarkan rekomendasi mengenai dokumen-dokumen terkait untuk pengurusan perijinan kepada PKS saat beliau masih sebagai Camat di Talawi. (Tatok)               

BELUM OPERASI,PKS PT.ARP" MAKAN KORBAN"



BELUM LAGI OPERASI, PMKS PT.ARP
DI SEI BALAI" MAKAN KORBAN"


Gambar : Terlihat taburan bunga (kanan) yang menjadi titik tempat kecelakaan kerja yang menewaskan Ari dan
                 rangkaian pipa besi panjang (kanan) yang jatuh telah menimpa punggung Ari. (Photo,)-Terbit OnLine


           Sei Balai, (TO) – Belum lagi beroperasi, Pabrik Minyak Kelapa Sawit (PMKS) PT. Arya Rama Persada (ARP) di dusun I desa Perjuangan Kecamatan Sei Balai Kabupaten Batubara telah merenggut korban jiwa seorang pekerja yang terjadi pada Jum’at, (10/10).
           Korban tewas akibat tertimpa rangkaian besi ketika sedang membantu pekerjaan tukang pada pengerjaan konstruksi besi baja dalam lokasi kompleks pembangunan pabrik tersebut.
           Dan belakangan diketahui, korban bernama Ari (22) penduduk asal desa Klumpang kecamatan Hamparan Perak kabupaten Deli Serdang, dan baru dua hari bekerja melalui perusahaan jasa konstruksi yang beralamat di Jalan Amal Luhur Sei Sikambing – D  Medan.       
           Menurut sumber dari lokasi kejadian,  bahwa  peristiwa naas ini terjadi sekitar pukul 16.00 wib, dimana korban saat itu sedang bekerja dalam satu kelompok dibawah pengawasan mandor yang tidak lain adalah saudaranya sendiri.
             Anehnya, peristiwa naas ini terkesan ditutupi dan baru terungkap pada Sabtu (11/10), setelah wartawan media Terbit On Line  turun ke lokasi kejadian untuk mengutip informasi yang mana sebelumnya mendengar kabar dari warga setempat  tentang adanya kejadian tewasnya seorang pekerja sehari sebelumnya. Awak media tersebut langsung berkoordinasi menghubungi Kepala Dusun I Desa Perjuangan Iswandi, Kepala Desa Perjuangan Bhakti Ginting, dan pihak kepolisian Mako Polres Batubara di Lima Puluh, yang ternyata pihak-pihak tersebut melalui hubungan telepon mengatakan tidak ada mendapat laporan dan informasi tentang kejadian maut tersebut.  
             Pantauan wartawan di TKP, suasana  di dalam kompleks pembangunan PKS tersebut  terlihat sepi dan lengang tanpa tanda-tanda adanya kesibukan kegiatan dalam pekerjaan proyek, terlebih saat pagi menjelang siang pada hari itu terjadi hujan rintik-rintik. Sementara ditempat tersebut hanya ditemukan tiga orang laki-laki paruh baya yang tidak lain adalah bernama Adi yang mengaku bekerja di pos jaga malam, Rustam sebagai pengawas kompleks pembangunan PKS, dan Gunawan sebagai tenaga teknis untuk pengawasan bidang pekerjaan konstruksi besi dari perusahaan jasa konstruksi asal Medan.
             Ketika dikonfirmasi wartawan media Terbit On Line, ketiganya tidak dapat memberikan keterangan tentang kronologis kejadian kecelakaan yang telah merenggut korban jiwa seorang pekerja tersebut. Mereka mengaku bahwa pada saat peristiwa naas itu terjadi sedang tidak berada di tempat. Namun Gunawan yang didampingi kedua orang tadi mengantarkan wartawan ke tempat dimana terjadinya kecelakaan hingga menewaskan Ari yang terlihat sudah ada taburan bunga tanda berziarah dari para kerabatnya sepekerjaan, dan menunjukkan sebatang rangkaian pipa besi sepanjang kurang lebih enam meter dengan diameter tiga inchi yang jatuh menimpa bagian punggung almarhum. Kemudian dikatakannya, korban sempat dibawa ke rumah sakit Wira Husada di Kisaran dan setelah diketahui telah meninggal jenazah dibawa pulang ke Medan.
             Sementara itu Rustam mengatakan bahwa beliau telah mendapat kontak dari pihak Polres Batubara yang akan datang ke lokasi kejadian.
             Sebagai tindak lanjutnya, diminta kepada pihak kepolisian Polres Batubara untuk segera mengusut tuntas kasus dalam kejadian perkara ini. Mengingat adanya suatu keanehan dalam peristiwa naas ini. Dimana selain terkesan ditutupi tanpa segera membuat laporan kepihak berwenang yang terkait setelah kejadian, juga adanya isyu miring bahwa semua pekerja tidak dilengkapi dengan alat pengamanan kerja (septy), sehingga kasus ini benar-benar sebagai kecelakaan kerja. (Tatok)               

SPBE PT.MUTIARA INTAN ABADI DIDUGA GARAP TANAH NEGARA DESA PERJUANGAN



SPBE PT.MUTIARA INTAN ABADI DIDUGA GARAP DARATAN DAS DESA PERJUANGAN KEC.SEI.BALAI

Batu Bara, (TO)
                        Pembangunan stasiun pengisian bahan energy (SPBE) yang berlokasi didusun II  Desa Perjuangan Kec.Sei.Balai diduga  mempunyai Dokumen Pemeliharaan Lingkungan (DPLH). tidak sesuai standarisasi operasional.


                                                                               
Pantauan disekitar lokasi Sabtu (11/10) dan konfirmasi kepada Kepala Desa Perjuangan Bakti Ginting pada dasarnya menyebutkan rekomendasi pernah diterbitkan berdasarkan tanda tangan warga setempat sekira 20 orang,dirinya tidak membantah ada “campur bicara” pejabat teras Kab.Batu Bara
.
                          Kakan Lingkungan Hidup Kab.Batu Bara Amran ketika dikonfirmasi didampingi Staf nya beberapa waktu yang lalu tidak menepis jika terjadi dugaan non prosedural dalam memproses UPL dan UKL Perusahaan tersebut.Dalam Rekomendasi Lingkungan Hidup Batu Bara  PT.IMA disebutkan memohon atas usaha kegiatan pembangunan gudang jenis usaha LPG 3 KG.
Menurut sumber layak dipercaya dilapangan disebut-sebut PT..IMA merupakan Industri Hilir Pertamina sebagai SPPBE atau layak dikenal Pengisian Gas 3 Kg untuk para Agen LPG. 3Kg.

                     Kepala Dusun II Napit  ketika dikonfirmasi menyebutkan ketika pengalihan ganti rugi tanah dari pemilik lama Aan ke PT.IMAi dirinya tidak disertakan untuk mengukur,”malah proses melalui notaris ”katanya.Bahkan sampai muncul isu bahwa diduga terjadi kelebihan volume luas tanah disertifikat tertera 11000 meter namun jika diadakan ukur ulang dan penyesuaian dalam IMB terjadi selisih yang sangat signifikan terhadap pengelolaan kelestarian lingkungan hidup akibat ketidak seimbangan alam dan lingkungan,penyempitan alur sungai.menampung debit air ketika curah hujan yang tinggi terjadi serta bahan radioaktif limbah gas akan banyak menimbulkan kerusakan tanaman petani dan habitat ekosistem yang hidup diair sungai yang selayaknya menjadi salah satu penunjang kehidupan masyarakat.(Manusia)

                     Diduga   Gratifikasi dan Kolusi mengarah Korupsi akibat kerugian Negara atas sebidang tanah Daerah Aliran Sungai Samsu perbatasan Kab.Batu Bara dan Asahan oleh PT.IMAi dan Oknum pejabat Legislatif dan Eksekutif akan terkuak.Arah tersebut ditandai dengan adanya pengunjuk rasa warga setempat ketika SPPBE akan dibangun.
                        Lembaga Pemantau Hukum Republik Indonesia Cabang Kab.Batu Bara melalui ketuanya D.Munthe yang juga turut menyertai peninjauan oleh berbagai media dilokasi mengatakan “ ada sinyalemen koloborasi dan ketidakmauan perusahaan menyertakan kepala dusun dalam pengukuran tanah ketika terjadi pemindahan hak ganti rugi dari Aan ke PT.Mutiara Lestari diduga ada kelebihan volume 4 rante ,Kepala Dusun dan Kepala Desa tidak membantah ada hirarchi oknum pejabat penting Kabupaten,serta tanda tangan warga yang hanya 20 orang ,diduga patut pula ada unsur rekayasa memuluskan administrasi,jika dipantau langsung dapat dilihat pagar bangunan PT.Mutiara Lestari tepat adipinggir aliran sungai dan nyaris tidak akan ada perluasan sungai bahkan penyempitan aliran sungai yang bakal terjadi,ini bisa saja masuk kategori merusak lingkungan” ujarnya.
                        LPHRI akan menjalin kerja sama dengan Lembaga lainnya mengungkap kerugian Negara ini hingga tuntas dan melakukan mediasi ke instansi terkait dan pihak-pihak berkepentingan.
                     Pihak perusahaan melali staf lapangan inisial “IW” ketika ditemui guna konfirmasi mengatakan “ saya tidaklah penentu kebijakan,namun hal ini akan saya sampaikan kepada Pimpinan “.
                        Dipihak Pemerintahan melalui Kepala desa Bhakti Ginting mengatakan “ saya tidak mengetahui hal itu karena mereka main atas” dan menyerahkan kepada kepala dusun untuk penjelasan selanjutnya.(Red).Bersambung………